Sabtu, 14 Januari 2023

Ardi - Chapter 2

{Tutorial - Part 2}


Ardi perlahan mundur. Ia tidak bisa diam begitu saja melihat seorang perempuan berjalan perlahan kearahnya sambil memegang sebuah gunting yang sudah berlumuran darah.

 

Perlahan-lahan, tampang perempuan itu mulai terlihat jelas. Ia mengenakan kacamata, rambut serta pakaiannya acak-acakan sekali. Penampilannya tidak jauh berbeda dengan Ardi ketika ia mengurung diri di kamar.

 

Apa mungkin, ia juga selalu mengurung dirinya di kamar? Pikir Ardi. Lalu, Ardi menyadari sesuatu di tangan perempuan itu. Banyak sekali bekas luka sayatan. Tidak salah lagi, keadaan perempuan itu tidak jauh berbeda dengannya.

 

“Uh… Tunggu dulu, aku pikir kita bisa—”

 

“—Diam!”

 

Belum selesai Ardi berbicara, perempuan itu memotong pembicaraan Ardi. Rupanya, perempuan itu tidak mau mendengar apapun dari Ardi.

 

“Kalian… para lelaki sama saja… kalian semua sampah!”

 

Setelah ia mengatakan itu, ia langsung bergerak maju kearah Ardi.

 

Eh? Ada masalah apa ia dengan lelaki?

 

Ardi menyadari gerakan perempuan itu cepat sekali. Lebih cepat dibandingkan gerakan manusia normal.

 

Sial, cepat sekali. Sepertinya ia sangat benci terhadap lelaki.

 

Tiba-tiba saja, perempuan itu sudah berada di depan muka Ardi dan siap menusuknya menggunakan gunting yang ia pegang. Untungnya, Ardi menyadari kemana gunting itu mengarah. Karena itu, ia langsung menghindar secepat mungkin.

 

Tapi karena tubuh Ardi sudah jarang digunakan untuk aktifitas atletik, setelah menghindar dari serangan perempuan itu ia terhempas ke tanah.

 

“Urgh…”

 

Ia tidak dapat mempertahankan keseimbangan tubuhnya setelah menghindari serangan tersebut.

 

Ketika ia berusaha bangkit, ia melihat ekspresi wajah perempuan tersebut. Dan betapa terkejutnya Ardi ketika melihat bahwa wajah perempuan itu penuh dengan aura haus darah. Ia seakan-akan siap membunuh siapapun yang ditemuinya.

 

Tapi, ada hal lain yang Ardi lihat dari wajah perempuan itu. Rasa kecewa karena dikhianati, rasa takut karena trauma, dan rasa benci terhadap sesuatu yang pernah terjadi, ia merasa familiar dengan semua emosi itu.

 

Ardi ingin sekali mengajaknya berbicara, tapi ia sadar ketika ia merasakan aura haus darah dari perempuan itu bahwa ia datang ke sini bukan untuk berbicara, melainkan untuk membunuh siapapun yang ia lihat.

 

Menyadari hal ini, Ardi segera berlari melewati selasar salah satu gedung kembar yang ada di situ.

 

Ardi sengaja berlari kearah sini karena ia tahu bahwa denah lorong dari gedung ini cukup membingungkan. Tapi, belum lama ia berlari, tiba-tiba perempuan itu sudah ada di sampingnya dan mengayunkan guntingnya kearah Ardi.

 

Sayangnya, kali ini refleks Ardi terlambat. Karena, walaupun ia berhasil menghindar, gunting tersebut berhasil menyayat pundak kanan Ardi.

 

“Arrgh! Sial, sakit sekali.”

 

Walaupun Ardi bisa merasakan darah mengucur dari pundaknya, ia tetap berlari sambil memegangi luka di pundaknya tersebut.

 

“Aku harap lukanya tidak terlalu dalam… argh.”

 

Rasa sakitnya sangat nyata. Tapi mau bagaimana lagi. Bila ia memutuskan untuk bergerak lebih lambat, mungkin ia akan langsung dibunuh oleh perempuan itu.

 

Ardi akhirnya melihat ujung dari lorong di gedung tersebut. Tapi belum sampai ke ujung lorong, tiba-tiba seseorang menariknya dan langsung menutup mulutnya.

 

“Ssstt! Kalau kau tidak mau terbunuh, maka diamlah.”

 

Ia tidak tahu apakah orang yang menyekapnya sekarang adalah kawan atau lawan, tapi bila dengan ini ia bisa menghindar dari perempuan gila tadi, ia tidak keberatan bila harus diam untuk beberapa saat.

 

Perlahan-lahan, terdengar suara langkah mendekati tempat mereka bersembunyi, dan mereka berdua bisa merasakan aura haus darah yang dikeluarkan oleh orang yang mendekati tempat mereka. Tidak salah lagi, itu adalah perempuan yang dari tadi mengejar Ardi.

 

Lama-lama, perempuan itu menjauh dari mereka. Ketika orang yang menyekap Ardi merasa situasi sudah cukup aman, ia pun melepaskan Ardi.

 

“Uhuk uhuk…”

 

Ardi terbatuk-batuk karena sedari tadi mulutnya ditutup paksa oleh sebuah tangan.

 

“Ah, maafkan aku ya tiba-tiba sekali. Tapi perempuan itu memang sangat berbahaya, sangat tidak mungkin untuk menghindar hanya dengan berlari, kau harus bersembunyi.”

 

Ardi melihat kearah orang yang tadi menyekapnya. Rupanya, ia juga seorang perempuan. Tapi, penampilannya kali ini tidak separah perempuan tadi. Ia mengenakan pakaian biasa dan rambutnya yang pendek tidak membuatnya terlihat berantakan.

 

“Kau siapa?”

 

“Ah iya aku lupa memperkenalkan diri. Mungkin kau sudah melihat namaku di <Leaderboard>. Aku Slum.”

 

“Slum… Eh?! Si peringkat satu?”

 

Ardi tidak mengira gadis yang terlihat biasa-biasa saja ini adalah peringkat satu dalam <Tutorial>. Yang artinya, ia adalah orang pertama yang melakukan pembunuhan di <Tutorial>.

 

Ia segera menjauh dari Slum.

 

“Eh, tunggu. Tenang saja, aku tidak akan membunuhmu kok. Bahkan aku akan membantumu.”

 

“Bagaimana aku bisa mempercayaimu?”

 

“Haduh… kalau kau tidak percaya, diamlah di situ. Aku akan menyembuhkan luka mu.”

 

“Menyembuhkan luka ku?”

 

Slum mengarahkan lengannya kearah Pundak Ardi.

 

<Heal>.”

 

Seketika, muncul cahaya berwarna hijau di sekitar luka sayatan di Pundak Ardi. Setelah itu, luka tersebut hilang dan sembuh.

 

“Eh? Apakah ini sebuah <Skill>?”

 

“Ya, itu adalah salah satu <Skill> milikku. <Heal>.”

 

Ardi berusaha menggerakkan tangannya.

 

Benar-benar sudah seperti biasa lagi, pikir Ardi ketika ia sudah tidak merasakan rasa sakit bekas luka tadi.

 

“Jadi bagaimana? Apa kau bisa mempercayaiku?”

 

Ardi melihat ekspresi wajah perempuan itu yang tidak menunjukkan adanya motif buruk di baliknya.

 

Mungkin aku akan mempercayainya. Tapi aku tetap akan berjaga-jaga, aku tidak ingin pikiran naifku menipuku lagi.

 

“Baiklah, aku mungkin bisa mempercayaimu.”

 

“Bagus.”

 

Slum tersenyum kearah Ardi.

 

“Jadi, sekarang apa yang harus kita lakukan?”

 

Ardi merasa seorang peringkat satu seperti Slum mungkin tahu sesuatu tentang <Tutorial> ini. Jadi, ia memutuskan untuk bertanya kepadanya.

 

“Ikuti aku.”

 

Mereka berdua pun berjalan keluar dari tempat itu.

 

Setelah melewati beberapa bangunan dan taman, akhirnya mereka tiba di suatu tempat. Di kampus ini, tempat itu disebut sebagai ‘Sunken Court’ karena letaknya yang sedikit masuk ke bawah tanah. Di tempat itu terdapat bangku dan meja yang biasa digunakan oleh para mahasiswa untuk belajar.

 

Tentu saja, Ardi sangat familiar dengan tempat ini karena dulu ia juga sempat belajar bersama teman-temannya di sini.

 

Tapi bukan tempat itu sendiri yang menjadi perhatian dari mereka berdua, melainkan salah satu sudut yang ditunjuk oleh Slum.

 

“Lihat dia.”

 

Ia menujuk kearah seorang lelaki yang sedang meringkuk di dekat situ. Tubuhnya gemeteran seperti merinding karena takut akan sesuatu.

 

Ardi datang mendekatinya. Ia bisa mendengar pria itu bergumam tanpa henti.

 

“Tolong aku… tolong aku… tutorial, administrator, semua ini gila. Tolong aku…”

 

Ardi melirik kearah Slum. Slum pun mulai menjelaskan maksudnya membawa Ardi ke sini.

 

“Ada dua cara untuk menyelesaikan <Tugas> pertama ini. Keduanya memiliki obyektif yang sama, yaitu memasukkanmu ke dalam <Leaderboard>.”

 

Ardi mengerti akan itu. Bagaimanapun juga, sebelum waktu habis ia sudah harus bisa masuk ke <Leaderboard>.

 

“Cara pertama adalah dengan diam dan menunggu <Player> yang tersisa hanya lima orang. Dengan begitu, kau secara otomatis akan masuk ke dalam <Leaderboard> walaupun <Point> mu masih kosong.”

 

Jadi, karena di <Leaderboard> hanya terdapat lima tempat, sementara total <Player> yang ada di sini ada sepuluh, maka bila tersisa lima, kelima orang tersebut akan langsung masuk ke <Leaderboard> ya. Ardi merasa strategi seperti itu sangat baik bila ia tidak ingin mengambil resiko terbunuh oleh orang seperti perempuan gila tadi.

 

“Dan cara kedua, adalah dengan membunuh <Player> lain.”

 

Slum melirik kearah pria yang meringkuk itu.

 

“Bunuh dia.”

 

“Tunggu, tapi kan kita masih bisa selamat menggunakan cara pertama tadi. Kenapa aku harus membunuhnya?”

 

“Resiko dari cara pertama terlalu besar. Bagaimana kalau ternyata jumlah <Player> masih lebih dari lima dan ada yang menemukan sebuah <Item> untuk menambah <Point>?”

 

<Item>… ah iya, aku ingat. Kalau tidak salah kau bisa menambah <Point> dengan bantuan <Item>.”

 

“Iya kan? Makanya, aku lebih menyarankan agar kau memilih cara kedua. Walaupun sebenarnya ada alasan lain kenapa kau harus memilih cara kedua. Tapi…”

 

“Apa itu?”

 

“Ah, kau harus melakukannya sendiri agar mengerti. Karena itu, bunuh dia sekarang juga.”

 

Ardi masih ragu-ragu. Ia berulang kali melihat kearah pisau lipatnya dan orang yang meringkuk itu.

 

Apakah aku harus benar-benar membunuh orang ini? Ia hanyalah orang yang takut dan bingung…

 

Baru saja Ardi berpikir seperti itu, tiba-tiba tubuh orang itu mengeluarkan cahaya berwarna merah.

 

“Oh tidak. Ardi! Menjauh dari situ!”

 

Mereka berdua pun bergerak menjauh. Sayangnya, mereka berdua terlambat karena tiba-tiba saja pria itu berdiri dan melompat kearah Ardi.

 

Ardi terjatuh dan tertindih oleh pria itu. Saat Ardi melihat wajahnya, wajah pria itu sudah berubah. Yang pada awalnya terlihat seperti wajah orang biasa yang ketakutan, sekarang wajahnya terlihat seperti terbagi dua. Sisi kanan wajahnya berupa wajah manusia biasa, sementara sisi lainnya seperti tidak berbentuk dan berwarna hitam pekat. Yang mencolok dari mukanya adalah warna matanya yang berwarna merah menyala.

 

“Argh! Sial.”

 

Pria itu terlihat berusaha untuk mencakar dan menggigit Ardi layaknya binatang buas. Walaupun seperti itu, Ardi masih berusaha untuk menahan tangannya dan berusaha menjauhkan pria itu dari tubuhnya.

 

Slum yang melihat situasi itu terpikirkan suatu cara untuk mengatasinya. Tapi, ia takut cara tersebut akan membahayakan Ardi. Namun, bila ia tidak melakukan apapun maka Ardi bisa saja diterkam oleh pria itu.

 

Baiklah, mau bagaimana lagi. Pikir Slum.

 

“Ardi! Bersiaplah!”

 

“Apa yang akan kau lakukan?”

 

“Percayalah padaku. Tapi aku ingin kau menahannya sekuat tenaga.”

 

“Apa maksudmu?”

 

“Sudahlah, bersiap-siap saja.”

 

Slum pun mengarahkan kedua telapak tangannya kearah pria yang mengamuk itu. Ketika ia sudah memastikan posisi sasarannya agar tepat dan tidak mengenai Ardi, ia pun merapalkan salah satu <Skill> miliknya.

 

<Lightning>!”

 

Seketika, sebuah petir menyambar kearah pria itu dan mengenainya.

 

“Guaargh!”

 

Pria itu pun tidak sadarkan diri dan jatuh menimpa Ardi.

 

“Ugh…”, Ardi menyingkirkan tubuh pria itu dan berdiri.

 

“Sudah kubilang kan, kau harus segera membunuhnya.”

 

“Tapi kan aku tidak tahu kalau dia akan berubah seperti itu. Lagipula, apa semua orang yang ketakutan akan berubah menjadi kayak gitu di sini?”

 

“Tentu tidak, tapi—”

 

Slum menyadari sesuatu dari tubuh pria tadi.

 

“—Tunggu, ada yang aneh.”

 

“Kenapa?”

 

“Aku tidak yakin dia benar-benar sudah mati.”

 

Mereka berdua melihat kearah pria itu. Perlahan-lahan, tubuh pria itu kembali bergerak sambil merangkak. Walalupun tubuhnya sudah setengah hancur dan gosong, ia masih bergerak menggeliat dengan suara yang kurang mengenakkan untuk didengar.

 

“Sudah kuduga ia belum mati.”

 

“Bagaimana kau tahu?”

 

“Bunuhlah dia sekarang, Kau akan mengetahui bagaimana aku tahu dia belum mati.”

 

Ardi membuka pisau lipat nya. Lalu ia pun menusukkan pisau tersebut ke leher pria itu.

 

“Aghh…”

 

Mungkin karena bentuk tubuh pria itu sudah tidak terlihat seperti manusia lagi, ia bisa dengan mudah menusuk tubuh pria itu.

 

Ia masih hidup. Kalau begitu akan kucoba lagi.

 

Ardi kembali menusukkan pisau tersebut ke pria itu. Terus menerus hingga akhirnya…

 

[Selamat! Kau mendapatkan <25 Point>!]

 

“Apa kau sudah melihat tulisan yang memberitahumu bahwa kau mendapatkan <Point>?”

 

Ardi mengangguk.

 

“Nah, itu adalah tanda bahwa orang yang kau bunuh sudah benar-benar mati. Sekarang, coba perhatikan layarmu lagi.”

 

Ketika Ardi kembali melihat ke layar di depannya, ia melihat sebuah pemberitahuan baru.

 

[Kau dapat mengambil <Skill> dari <Player> yang kau bunuh. Apa kau ingin mengambilnya? <Ya/Tidak>]

 

“Ambil lah. Kau memerlukannya.”

 

Ucap Slum seakan mengetahui apa yang sedang Ardi lihat di layarnya.

 

<Ya>.”

 

[Selamat! <Skill> baru sudah ditambahkan ke <Status> mu!]

 

Ardi membuka layar <Status> nya.

 

[Status]

Name: <Ardi Rian> | Username: <Solus> | Class: <None>

Level: <1> | Point: <25> | Rank: <NULL>

Skill: <Creation Lv.1>; <Berserk Lv.1>

 

“Hey lihat, <Leaderboard> nya juga ikut berubah.”

 

Slum menunjuk ke atas tempat <Leaderboard> berada. Ardi pun ikut melihat kearahnya.

 

[Leaderboard]

Rank 1: <Slum 150Point>

Rank 2: <Lilith 98Point>

Rank 3: <A99R 75Point>

Rank 4: <Solus 25Point>

 

“Oh, Jadi namamu ‘Solus’ ya.”

 

“Ah iya aku lupa memberitahumu.”

 

“Tidak apa santai saja. Jadi, <Skill> apa yang kau dapat?”

 

“Aku mendapatkan <Berserk>.”

 

“Sudah kuduga…”

 

“Apa maksudmu?”

 

“Pria itu mengamuk tiba-tiba karena <Skill> miliknya sendiri, <Berserk>. Mungkin ia sudah terlalu jauh termakan oleh pikirannya sehingga <Berserk> mengambil alih tubuhnya. <Berserk> adalah tipe <Skill> yang cukup berbahaya. Ia bisa diaktifkan secara langsung dan tidak. Untuk mengaktifkannya secara langsung, kau dapat menggunakan cara seperti mengaktifkan <Skill> lainnya. Tapi, cara untuk mengaktifkannya secara tidak langsung adalah…”

 

“…dengan kehilangan kesadaran atau kehilangan akal sehat.”

 

“Iya, kau benar.”

 

“Ada juga ya <Skill> seperti itu…”

 

“Tentu ada…”

 

Muncul rasa curiga di benak Ardi ketika Slum dengan mudah dan detilnya menjelaskan tentang <Berserk>.

 

Bagaimana ia bisa mengetahui banyak hal tentang <Tutorial> ini padahal ia baru saja memulainya bersamaku? Bagaimana juga ia tahu cara kerja dan macam-macam <Skill> yang ada?

 

Kecurigaan ini tentu muncul bukan karena tanpa dasar yang jelas. Ardi merasa curiga karena dari awal, Slum tidak pernah menanyakan tentang namanya dan langsung bersikap familiar dengannya. Lalu, Slum juga sepertinya mengetahui lokasi-lokasi untuk hal-hal tertentu, seperti contohnya tempat orang tadi meringkuk ketakutan.

 

Tapi untuk saat ini Ardi akan berusaha untuk mempercayainya, karena ia sudah menyelamatkan Ardi dengan <Lightning> saat hampir diterkam oleh pria aneh tadi.

 

“Ah iya, aku lupa memberitahumu. Jadi alasanku meminta agar kau sendiri yang membunuhnya adalah agar kau dapat mendapatkan <Skill> miliknya. Setiap kali kau berhasil membunuh seorang <Player>, <System> akan secara acak memberikanmu salah satu <Skill> yang dimiliki oleh <Player> tersebut. Kalau <Player> itu hanya memiliki satu buah <Skill>, maka <Skill> itu lah yang akan diberikan kepadamu.”

 

Ah, aku mengerti. Itulah kenapa aku mendapatkan <Berserk> milik pria tadi. Tapi…

 

“Apakah <System> yang kau maksud adalah layar yang biasa muncul di depan kita?”

 

“Bisa dibilang begitu. Walaupun lebih tepatnya dia adalah ‘mesin’ di balik semua ini.”

 

“Bagaimana kau tahu soal—"

 

“—Baiklah, karena kau sudah berhasil masuk <Leaderboard>, kita hanya perlu menunggu waktunya habis saja. Lihatlah, sisa pemainnya hanya tinggal enam orang.”

 

Slum memotong pertanyaan Ardi. Ardi yakin bahwa Slum berusaha untuk menghindari pertanyaannya. Kecurigaannya terhadap Slum semakin tinggi.

 

Tapi, bila ia memang berniat membantuku, maka aku tidak terlalu masalah dengan hal itu,

 

Ardi kembali melihat ke layar <Tugas> yang di situ tertera jumlah <Player> yang tersisa.

 

[Jumlah Player: <6/10>]

 

[Jumlah Player: <5/10>]

 

Kayaknya ada yang berhasil  masuk ke <Leaderboard> lagi. Lalu Ardi melihat kearah <Leaderboard>.

 

“Eh lihat, ada <Player> baru memasuki <Leaderboard>. Namanya cukup unik.”

 

Ardi memberitahu Slum bahwa ada nama baru yang muncul di dalam <Leaderboard>.

 

“Mana?”

 

Ketika Slum melihat kearah <Leaderboard>

 

[Leaderboard]

Rank 1: <Slum 150Point>

Rank 2: <Lilith 98Point>

Rank 3: <A99R 75Point>

Rank 4: <Solus 25Point>

Rank 5: <C 10Point>

 

“Sial!”

 

“Kenapa Slum?”

 

<Player> bernama ‘C’ itu, dia bukanlah manusia.”

 

“Apa maksudmu…”

 

Belum sempat Ardi bertanya mengenai hal itu, tiba-tiba isi dari <Leaderboard> berubah lagi.

 

[Leaderboard]

Rank 1: <Slum 150Point>

Rank 2: <Lilith 98Point>

Rank 3: <C 85Point>

Rank 4: <Solus 25Point>

 

“Apa…”

 

“Tidak mungkin…”

 

“Ia membunuh ‘A99R’?”

 

“Kita tidak bisa diam saja dan menunggu. Kita harus mencari tempat bersembunyi. Ardi, ikuti aku. Kita tidak boleh sama sekali bertemu dengan ‘C’ itu.”

 

“Baiklah.”

 

Ardi memutuskan untuk mengikuti kata-kata Slum. Ia juga merasakan sesuatu yang aneh, karena dengan mudahnya <Player> bernama ‘C’ itu membunuh ‘A99R’ yang sebelumnya merupakan peringkat tiga.

 

Di layar <Tugas> pun juga terlihat bahwa <Player> yang tersisa hanyalah empat orang.

 

Berarti, kalau ‘C’ adalah <Player> yang masih belum diketahui, itu artinya perempuan yang aku termui di awal adalah ‘Lilith’ ya. Ardi mencapai kesimpulan bahwa dengan kemampuan yang ia lihat sendiri saat bertemu dengan perempuan yang tiba-tiba menyerang Ardi di awal <Tutorial>, perempuan itu adalah ‘Lilith’, si peringkat dua.

 

Awalnya ia ingin berasumsi bahwa perempuan itu adalah ‘C’ yang baru memasuki <Leaderboard>. Tapi ia teringat dengan gunting yang berlumuran darah yang dipegang oleh perempuan itu. Yang artinya, ia sudah membunuh seseorang sebelumnya dan langsung menjadi peringkat dua. Ditambah, tadi Slum mengatakan bahwa ‘C’ bukanlah manusia.

 

Aku tidak tahu ‘C’ itu siapa, tapi yang pasti aku bisa saja mati bila bertemu dengannya.

 

Setelah beberapa menit berjalan, akhirnya mereka tiba di depan sebuah gedung. Ardi cukup familiar gedung ini karena setiap kali ada perkuliahan, tempat ini cukup sering digunakan untuk kelas kuliah. Dan juga, yang unik dari gedung ini adalah posisi tangganya yang seringkali membuat mahasiswa tersesat dan bingung.

 

“Untuk sementara, kita akan bersembunyi di gedung kuliah umum ini.”

 

“Kenapa di sini?”

 

Slum tersenyum. Lalu ia mengetuk dua kali salah satu pilar yang ada di situ. Setelah itu, muncul sebuah layar ditempat ia mengetukkan tangannya.

 

[Special Zone]

Name: <Gedung Kuliah Umum Lama>

Type: <Safe Zone>

Restriction: <Magic-type Skill>; <Melee-type Skill>

 

“Gedung ini adalah sebuah <Safe Zone>. Kau tidak akan bisa menggunakan <Skill> mu di sini. Karena itu ini sangat cocok untuk berlindung. Dan mungkin karena kau berkuliah di sini, kau akan cukup familiar dengan tempat ini. Aku dengar tangganya suka membingungkan orang ya? Hahaha.”

 

Kecurigaan Ardi semakin tinggi. Bagaimana Slum tahu bahwa ini adalah sebuah <Safe Zone>? Bagaimana ia tahu bahwa Ardi berkuliah di sini? Ardi merasa bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk meluruskan kecurigaannya.

 

“Slum.”

 

Slum melihat kearah Ardi.

 

“Iya?”

 

“Katakan padaku, siapa kau sebenarnya?”

 

“Aku? Ya seperti yang kau tahu, aku adalah peringkat sa—”

 

“Jawab aku. Siapa kau?”

 

Slum mengurungkan niatanya untuk menjawab sambil bercanda seperti tadi. Ia melihat bahwa Ardi menampakkan wajah yang cukup serius. Karena itu, Slum memutuskan untuk menjawabnya dengan serius juga.

 

“Ah… berarti kau sudah menyadarinya ya?”

 

“Kau yang tiba-tiba bersikap familiar denganku tanpa menanyakan namaku, kau yang tau cara kerja sebuah <Skill> padahal <Tutorial> baru dimulai, kau yang tahu siapa itu ‘C’ padahal ia baru muncul, dan kau juga tahu bahwa gedung ini adalah sebuah <Safe Zone> dan aku berkuliah di sini padahal kita tidak pernah bertemu.”

 

Slum hanya terdiam. Lalu ia mengangguk seakan-akan mengakui bahwa yang diucapkan oleh Ardi itu benar.

 

“Beritahu aku Slum, apakah ini kali pertamamu mengikuti <Tutorial>?”

 

Merasakan hawa yang sangat tegang ini, Slum menghela nafas. Lalu, ia menjawab pertanyaan Ardi sambil tersenyum.

 


“Tidak, ini bukan kali pertama aku mengikuti <Tutorial>.”


- Bersambung

***

Ga nyangka gw beneran ngelanjutin sampe chapter 2 wkwkwkwk. Btw makasih waktunya buat baca q(≧▽≦q) .  (H-2 semester baru huuhuu /(愒o愒)/~~)


Sampai ketemu lagi di chapter lainnya!




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gadis SMA dan Rahasianya - Chapter 2

Bel kelas berdering. Sinar matahari senja yang masuk melewati jendela kelas menandakan bahwa hari sudah sore dan sekolah telah usai. Di ...