Rabu, 11 Januari 2023

Ardi - Chapter 1

{Tutorial - Part 1}


Sore itu, Ardi baru saja keluar dari ruang ujian. Terlihat di wajahnya tampang seseorang yang sepertinya sudah sangat putus asa.

 

Bagaimana tidak, Ardi merasa seperti tidak mengerjakan apapun selama ujian tadi, padahal ujian ini adalah ujian akhir semester dimana nilainya akan menentukan indeks akhir kuliahnya.

 

Sebelum pulang, ia berhenti dulu di salah satu bangku yang ada di kampusnya. Ia duduk di situ sambil merenungi perjalanannya satu semester kemarin.

 

Mungkin terkesan terlalu melebih-lebihkan, tapi bagi Ardi satu semester kemarin adalah waktu terburuk dalam hidupnya.

 

Bagaimana tidak, dalam jangka waktu tersebut, Ardi harus dihadapkan dengan dua pengalaman traumatik yang tidak pernah terbayangkan dalam hidupnya.

 

Tepat beberapa hari sebelum UTS, Ardi mendapatkan pesan dari pacarnya yang berkuliah di kampus yang berbeda kota. Ardi berkuliah di Bandung sementara pacarnya berkuliah di Bogor. Mungkin kalian bertanya mengapa mereka bisa bersama?

 

Itu karena mereka sudah mulai berpacaran semenjak SMA, tepat sekali di tahun pertama SMA mereka karena mereka bersekolah di SMA yang sama.

 

Tapi, pesan yang didapat oleh Ardi pada hari itu merubah segalanya. Pacarnya memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka karena ia sudah mendapatkan pria lain. Tentu hal ini sangat membuat Ardi jatuh semangat. Bagaimana tidak, mereka sudah bersama lebih dari lima tahun.

 

Namun, kesialan Ardi tidak hanya sampai di situ. Walaupun mereka sudah memutuskan hubungan mereka, pacarnya masih saja terkadang menerornya—mengamati media sosial milik Ardi, dan kadang masih menggoda Ardi. Hingga puncaknya, pada suatu hari ketika mantan Ardi datang ke rumahnya.

 

Saat itu, Ardi tidak berpikir yang aneh-aneh. Mungkin mantannya main ke rumahnya hanya sekedar ingin bertamu dan bertemu orang tuanya. Tapi, Ardi menyesali pikiran naif nya itu. Nyatanya, ketika mantannya bertemu orang tuanya, yang dilakukan oleh mantannya adalah sesuatu yang di luar nalar akal sehat.

 

Saat itu, di depan Ardi, mantan pacarnya membunuh kedua orang tuanya dengan menusuk mereka berdua menggunakan pisau.

 

Dan tahukah kalian apa yang dikatakan oleh perempuan itu?

 

“Dengan begini, kamu ga akan bisa bahagia tanpa aku Ardi.”

 

Ternyata, tindakan nekat mantan Ardi itu disebabkan oleh ia yang kesal karena melihat Ardi bisa tenang-tenang saja dan berkegiatan seperti biasa walaupun sudah tidak bersama mantannya itu.

 

“Yang benar saja…”

 

Hanya itu yang Ardi bisa katakan ketika mendengar pengakuan mantannya saat ia membawanya ke kantor polisi.

 

Semenjak kejadian traumatis itu, performa Ardi menurun. Hasil UTS nya jatuh. Di kelas, ia hanya dapat bengong dan tidak bisa memahami apapun yang dijelaskan oleh dosennya.

 

Begitu pula dengan UAS kali ini. Ketika Ardi merasa tidak mengerjakan apapun, ia tidak melebih-lebihkan. Karena, bila kau melihat lembar jawaban yang ia kerjakan, kau hanya akan melihat tulisan berupa identitas miliknya, dan soal ujian yang ia tulis kembali. Bagaimana dengan jawabannya? Kosong.

 

Ardi pulang dengan perasaan seperti biasa—depresi.

 

Bagaimana dengan teman-temannya? Sayangnya, tanpa sadar Ardi lah yang menjauhkan dirinya sendiri dari teman-temannya. Sebelum ia putus dengan pacarnya, Ardi adalah orang yang sangat bersahabat. Bahkan, ia cukup sering disapa dan menyapa temannya bila berpapasan.

 

Tapi, semenjak putus dengan pacarnya, perlahan-lahan kebiasaan itu hilang. Ia mulai menjadi pendiam, jarang tersenyum, dan ia benar-benar berubah seluruhnya ketika kejadian traumatis itu terjadi.

 

Ia sudah tidak bisa tersenyum, wajahnya selalu muram, dan selalu menyendiri. Tubuhnya mulai mengurus, pakaiannya jarang dicuci, benar-benar pemandangan yang sangat berbeda dibandingkan ketika ia masih menjadi seseorang yang periang.

 

Sudah banyak temannya yang berusaha untuk mendekatinya, berusaha membuat Ardi Kembali seperti biasanya. Tapi semua sia-sia. Karena Ardi sendirilah yang menolak mereka.

 

Sore ini, seperti biasa setibanya di rumah, ia meletakkan tas nya dan langsung menuju tempat tidur. Tidak makan, tidak bersih-bersih dulu, tapi langsung berbaring di atas kasur.

 

Ia mengurung dirinya di kamar seperti hari-hari sebelumnya. Semua kebutuhan nutrisinya digantikan seluruhnya dengan mi instan.

 

Malam itu, di hari terakhir UAS, ia mengatakan sesuatu kepada dirinya sendiri.

 

“Kalau misalnya, indeks semester ini di bawah dua, aku akan mengakhirinya.”

 

Ia melihat kearah tali tambang yang sudah ia siapkan.

 

Tali tersebut digantungkan ke langit-langit kamarnya dan membentuk sebuah simpul yang… sudah tidak perlu dijelaskan lagi.

 

Tersisa satu minggu sebelum indeks semester ini keluar. Ia pun beranjak dari tempat tidurnya dan mengambil ponselnya.

 

Ada satu hal lain selain makan dan tidur yang ia lakukan di kamarnya. Yaitu membaca novel daring. Biasanya, novel yang ia baca bertemakan orang-orang yang berpindah ke dunia lain, atau orang biasa yang tiba-tiba menjadi overpowered dan bisa mengalahkan semua musuhnya dengan mudah.

 

Ardi cukup senang membaca novel-novel tersebut. Bahkan sesekali wajah Ardi tersenyum kecil, atau tertawa sendiri ketika sedang membaca novel-novel itu. Ya, ini lah yang Ardi lakukan untuk lari dari kenyataan yang kelam.

 

Ia sudah menyerah dengan dunia nyata yang ia hadapi. Karena itu ia lari ke dalam dunia cerita.

 

Tiba lah hari dimana indeks akhir diumumkan. Semua mahasiswa mendapatkan transkrip nilainya melewati surel.

 

Ardi membuka ponselnya untuk mengecek surel miliknya. Dan ia bisa melihatnya di situ, surel yang baru saja dikirimkan untuknya.

 

[Transkrip Nilai Semester Ardi Rian]

 

Ia pun membuka surel tersebut.

 

[Transkrip Nilai Semester Ardi Rian]

Nama: Ardi Rian

NIM: XXXXXXXX

Mata Kuliah 1: E

Mata Kuliah 2: E  

Mata Kuliah 3: E  

Mata Kuliah 4: D  

Mata Kuliah 5: D

Indeks Semester: 0.43

 

Sudah kuduga, begitu pikir Ardi.

 

Ardi segera meninggikan tali yang sudah ia gantung agar tidak terlalu dekat dengan lantai. Lalu, ia mengambil sebuah kursi dan menaikinya di dekat tali tersebut.

 

Saat ini, ia sudah siap untuk menggantung dirinya. Ia mengingat-ngingat kembali apa saja yang sudah ia lakukan selama dua puluh tahunan hidup.

 

Bersekolah, berteman, bahkan  jatuh cinta. Tapi, semua alasan untuk ia melakukan itu sudah hilang. Yang tersisa hanyalah dirinya sendiri.

 

“Lebih dari dua puluh tahun ya… walaupun sebentar, tapi aku cukup menikmatinya.”

 

Tanpa sadar, Ardi tersenyum.

 

Perlahan, ia memejamkan mata, lalu menggerakkan kepalanya ke dalam simpul tali tersebut.

 

“Andai saja, andai saja semua ini tidak terjadi…”

 

Tiba-tiba…

 

[Selamat! Anda sudah memenuhi kualifikasi untuk mengikuti <Tutorial>.]

 

Walaupun ia terpejam, tiba-tiba ia dapat melihat sesuatu dipandangannya. Ardi segera membuka matanya dan menjauh dari tali tersebut.

 

“Apa-apaan ini!?”

 

Walaupun Ardi sudah membuka mata, tapi tulisan tersebut masih terlihat di depannya.

 

Aku berhalusinasi karena kekurangan oksigen, itu yang Ardi pikirkan. Lalu, ia mulai duduk dan bersandar ke dinding.

 

Itu artinya, tidak lama lagi aku akan mati dengan sendirinya.

 

Ia kembali memejamkan matanya.

 

BIP BIP BIP~

 

Suara alaram terdengar samar-samar. Ardi terbangun dan mematikan alaram tersebut. Awalnya ia tidak menyadarinya karena pengelihatannya masih sedikit buyar efek baru bangun.

 

Lalu, ketika pengelihatannya mulai jelas kembali…

 

“Eh!? Tulisan ini masih ada? Bukankah aku sudah mati…?”

 

Ia melihat ke sekitar dan rupanya ia masih berada di kamarnya. Ketika ia mengecek tanggal di ponselnya, hari pun sudah berganti.

 

“Berarti, aku engga mati?”

 

Lalu, ia tersadar akan sesuatu. Tulisan yang dari kemarin muncul di pengelihatannya masih belum juga hilang.

 

[Selamat! Anda sudah memenuhi kualifikasi untuk mengikuti <Tutorial>.]

 

Hmm, tutorial apa yang dimaksud? Ardi tidak mengerti sama sekali. Bahkan, apa maskudnya mengatakan bahwa ia sudah memenuhi kualifikasi untuk mengikuti tutorial tersebut?

 

Karena penasaran, ia mencoba untuk menyentuh tulisan tersebut. Tiba-tiba, tulisan itu berubah menjadi sebuah pertanyaan.

 

[Apakah anda bersedia mengikuti <Tutorial>? <Ya/Tidak>]

 

Ardi, yang sudah memutuskan untuk mengakhiri semuanya kemarin, merasa ragu-ragu untuk mengikutin sesuatu yang disebut <Tutorial> ini. Ia bahkan tidak tahu, apakah dengan mengikutinya, ia bisa menjadi lebih baik, atau bahkan lebih menderita.

 

Apa aku masih perlu untuk terus melanjutkan hidup?

 

Semua alasanku untuk hidup sudah hilang. Tapi, bila hal yang disebut <Tutorial> ini dapat kembali memberiku alasan untuk hidup, aku tidak akan menolak.

 

Ya, itulah yang aku cari selama ini. Sebuah alasan, alasan untuk melanjutkan semuanya.

 

Ardi memantapkan dirinya. Setelah cukup yakin, ia pun menekan <Ya> pada tulisan tersebut.

 

[Selamat! Anda sudah menjadi seorang <Player>. Untuk melanjutkan, silahkan  isi username anda (Tidak harus nama asli).]

[Username: <Sebutkan username anda>]

 

Hmm, tidak harus nama asli ya…

 

“Baiklah, ‘Solus’.”

 

[Username: <Solus>].

 

[Selamat datang di <Tutorial>, Solus!]

 

Selanjutnya, aku harus apa…

 

Belum selesai Ardi berpikir, tiba-tiba muncul layar yang baru.

 

[Datanglah ke tempat ini pada waktu yang ditentukan.]

 

Di situ tertera tanggal dan nama tempat yang dimaksud. Tapi, betapa terkejutnya Ardi ketika mengetahui bahwa tempat yang dituju adalah…

 

“Sebentar… itu kan kampus ku…!?”

 

Betapa terkejutnya Ardi ketika tempat yang dituju adalah kampusnya sendiri. Sebuah kampus ternama di Kota Bandung. Ketika ia melihat tanggalnya, waktu yang ditentukan adalah dua hari lagi.

 

Aku punya firasat bahwa <Tutorial> tidak akan berlangsung sebentar. Mungkin akan lebih baik bila aku mempersiapkan diri dan perbekalan. Tapi yang lebih penting, kenapa harus di kampusku?

 

Apakah ini suatu kebetulan?

 

Hari yang dituju pun tiba. Ia datang ke kampus dengan perasaan aneh. Wajar saja, siapa mahasiswa yang terlalu rajin sampai-sampai harus datang ke kampus saat periode libur semester seperti ini…

 

Ia melihat seseorang yang cukup familiar karena semua orang mengenalnya—ia adalah ketua Keluarga Mahasiswa (organisasi kemahasiswaan seperti BEM).

 

…ah iya ada juga orang seperti itu, pikir Ardi.

 

Bagi Ardi, manusia seperti ketua Keluarga Mahasiswa ataupun makhluk organisasi—begitulah Ardi menyebut mereka—lainnya adalah sesuatu yang berada di luar dunianya.

 

“Hebat banget ya, mereka bisa dengan senang hati ngorbanin waktu libur mereka demi organisasi.”, gumam Ardi dengan nada sarkastik.

 

Akhirnya ia tiba di titik yang ditentukan. Tempat itu berada di tengah-tengah lingkungan kampus.

 

Dari tempat Ardi berdiri, terdapat empat bangunan dengan bentuk yang sama. Di tengahnya merupakan sebuah plaza dengan kolam air yang memanjang sepanjang plaza tersebut.

 

Tidak salah lagi ini lokasi yang dimaksud, begitu pikir Ardi sambil kembali mengecek deskripsi lokasi yang sudah ia catat di sebuah kertas kecil.

 

Ardi pun berdiri di tempat itu, menunggu informasi dari layar yang muncul kemarin.

 

Hingga sore tiba, masih belum ada informasi apapun mengenai <Tutorial>. Ardi merasa kesal. Ia merasa sudah ditipu.

 

“Tau gitu, kemarin aku lebih baik memilih ‘tidak’ dan lanjut bunuh diri aja.”

 

Dengan wajah jengkel, ia beranjak pergi.

 

Tapi, belum jauh ia melangkah, muncul lah hal yang ia tunggu dari tadi.

 

[Fase 0: <Tutorial>]

[Waktu hingga Tutorial dimulai: <04:00:00>]

 

Eh, masih empat jam lagi??

 

Ardi mengecek ponselnya untuk memeriksa waktu.

 

[18:03]

 

Hah, ini serius aku harus di sini sampai jam sepuluh malam? Sial.

 

Tidak ada pilihan lagi. Ardi pun memutuskan untuk duduk-duduk di sekitar tempat itu. Untungnya, ia sempat mempersiapkan beberapa perbekalan seperti sebuah roti sobek yang sedang ia makan sekarang.

 

Beberapa kali ia harus bersembunyi dari satpam yang berpatroli di malam hari. Karena akan sangat mencurigakan apabila mahasiswa yang tidak penting seperti dia malam-malam berada di lingkungan kampus.

 

[Waktu hingga Tutorial dimulai: <00:10:26>]

 

Sepuluh menit lagi. Aku tidak tau apa yang akan terjadi, tapi lebih baik aku bersiap-siap.

 

Ardi juga tidak se-naif itu membayangkan bahwa <Tutorial> yang dimaksud akan berjalan damai atau biasa-biasa saja. Bayangkan, tiba-tiba ada tulisan melayang dihadapanmu dan dia mengatakan bahwa kamu harus ikut sebuah tutorial. Tentu bila itu dilakukan oleh seseorang atau sesuatu, maka seseorang itu bukanlah orang biasa. Dan Tutorial yang dimaksud juga sudah pasti bukan sebuah hal yang biasa.

 

Karena itu, Ardi mulai mengeluarkan benda yang sudah ia siapkan di sakunya, sebuah pisau lipat.

 

Mungkin tidak terlalu kuat atau tidak cukup untuk membunuh seseorang. Tapi setidaknya dengan pisau tersebut dapat membantu Ardi mengulur waktu apabila ia harus kabur atau melarikan diri dari sesuatu.

 

[Waktu hingga Tutorial dimulai: <00:01:00>]

 

Satu menit lagi.

 

Semakin mendekati akhir dari hitungan mundur, ada hal aneh yang mulai Ardi sadari. Tempat ini terlalu senyap. Bahkan suara angin yang berhembus ataupun daun yang tertiup angin tidak terdengan. Ardi mulai gelisah menyadari hal-hal tersebut.

 

<00:00:05>

 

<00:00:04>

 

<00:00:03>

 

<00:00:02>

 

<00:00:01>

 

[<Tutorial> dimulai!]

[Silahkan dengarkan instruksi dari <Administrator> secara seksama.]

 

Administrator?

 

“Selamat datang wahai para <Player>!”

 

Tiba-tiba, terdengar suara lantang dari atas. Ketika Ardi berusaha mencari sumber suara tersebut, ia melihat seseorang berpakaian rapih sedang berdiri di atas atap salah satu gedung kembar tersebut.

 

Tunggu dulu… orang itu bukannya…

 

“Bu Rektor?”

 

“Ah iya, mungkin beberapa dari kalian ada yang mengenal tubuh ini sebagai rector atau apalah itu. Tapi tenang saja. Saat ini aku hanya menggunakan tubuh ini sebagai medium untuk berbicara kepada kalian.”

Jadi orang yang berbicara itu bukan benar-benar Bu Rektor ya.

 

“Izinkan aku memperkenalkan diri. Aku adalah <Administrator> dari fase ke-0 <Tutorial>. Mungkin kalian bertanya-tanya, apa berarti akan ada fase lain? Tentu saja, tapi itu akan kita bahas nanti. Untuk saat ini, aku ingin kalian fokus dengan tutorial.”

 

Bila kudengarkan, suaranya memang tidak seperti Bu Rektor.

 

“Sebelumnya, izinkan aku untuk menjelaskan apa itu <Tutorial>. Mudahnya, <Tutorial> adalah fase persiapan sebelum kalian memasuki fase-fase lainnya. Seperti yang sudah kalian lihat, <Tutorial> adalah fase ke-0, yang artinya fase yang ada sebelum fase pertama dimulai.”

 

Tunggu dulu, ‘kalian’? Apa itu artinya ada orang lain selain aku di sini? Tapi aku tidak melihat siapapun dari tadi.

 

“Aku yakin kalian bingung karena aku menggunakan kata ‘kalian’ padahal kalian semua merasa sendiri berada di kampus ini. Itu benar, kalian tidak sendiri di kampus ini. Karena, posisi <Start> kalian berbeda-beda dan tersebar di penjuru lingkungan kampus ini. Sekarang, waktunya aku menjelaskan soal teknis <Tutorial> ini.

 

Tapi, sebelum masuk ke teknisnya, aku akan menjawab pertanyaan yang mungkin selalu kalian tanyakan kepada diri kalian sendiri. ‘Kenapa kalian terpilih?’”

 

Ya, hingga sekarang pun aku selalu berpikir, kenapa aku yang terpilih. Kenapa aku, yang sebentar lagi akan mengakhiri hidupnya, terpilih menjadi peserta <Tutorial> ini.

 

“Untuk mengikuti <Tutorial>, ada beberapa kriteria yang harus terpenuhi. Yang pertama, orang itu haruslah pernah memiliki pengalaman traumatis…”

 

Ardi mengingat orang tuanya yang dibunuh oleh mantan pacarnya.

 

“…dan yang kedua, dia harus sudah pernah menghadapi kematian yang disebabkan oleh dirinya sendiri.”

 

Dengan kata lain, percobaan bunuh diri.

 

“Aku harap, itu dapat menjawab pertanyaan kalian semua. Sekarang, mari kita membahas teknisnya.”

 

Tiba-tiba, <Administrator> itu tersenyum dengan mengerikan.

 

“Tugas kalian hanya satu, selesaikan setiap <Tugas> yang diberikan kepada kalian dalam jangka waktu yang ditentukan selama dalam fase <Tutorial>. Setiap <Tugas> yang diselesaikan akan menghasilkan hadiah dan akan memberikan kalian poin bagi siapapun yang menyelesaikannya.”

 

Jadi mungkin semacam quest dalam game ya.

 

“Agar <Tugas> ini lebih seru lagi, aku sudah menyiapkan <Leaderboard> yang dapat kalian lihat di sini.”

 

Administrator menunjuk kearah langit. Lalu, di tempat yang ia tunjuk muncul sebuah layar raksasa.

 

[Leaderboard]

Rank 1: <Null>

Rank 2: <Null>

Rank 3: <Null>

Rank 4: <Null>

Rank 5: <Null>

 

<Leaderboard> ini dapat kalian gunakan untuk melihat peringkat kalian dalam <Tutorial> ini, dan yang ditampilkan hanyalah lima besar saja. Informasi lainnya seperti <Level>, <Skill>, dan <Poin> kalian dapat kalian lihat langsung di layar <Status> kalian. Untuk membukanya, kalian cukup merapalkan <Status>.”

 

Ardi pun mencoba untuk melihat <Status> miliknya.

 

“Status.”

 

[Status]

Name: <Ardi Rian> | Username: <Solus> | Class: <None>

Level: <1> | Point: <0> | Rank: <NULL>

Skill: <Creation Lv.1>

 

Eh, aku punya sebuah <Skill>?

 

“Seperti yang kalian lihat, masing-masing dari kalian masih belum memiliki <Class> maupun <Rank>. Jangan khawatir, karena <Class> akan diberikan nanti saat <Fase 1> dimulai. Tapi, <Rank> akan mulai diberikan saat <Tugas> pertama kalian dimulai. Oh iya, <Skill> yang diberikan kepada kalian adalah <Skill> yang dipilihkan secara acak oleh para <Administrator>. Jadi terima aja ya, hehehe.”

 

Administrator itu tersenyum menyebalkan.

 

Secara acak? Bagaimana kalau misalnya ada yang mendapatkan sebuah <Skill> yang sangat overpowered? Apakah tidak ada cara yang lebih baik untuk memberikan <Skill> kepada kami?

 

Ardi berpikir bahwa memberikan secara acak <Skill> kepada para <Player> adalah hal konyol dan sangat beresiko.

 

“Ah, sebelum aku memberikan <Tugas> pertama kalian. Aku ingin memperingatkan satu hal kepada kalian…”

 

Perasaanku tidak enak.

 

“Bila kalian mati saat di dalam <Tutorial>, kalian akan benar-benar mati dan tidak dapat hidup kembali walaupun <Tutorial> sudah berakhir, dan selama kalian berada di dalam <Tutorial>, kalian tidak akan bisa keluar dari wilayah <Tutorial>—yaitu kampus ini.”

 

Sudah kuduga, <Tutorial> ini bukanlah hal biasa. Bila memang ada bagian dimana aku harus mempertahankan diriku, mungkin aku bisa mengulur waktu dengan pisau lipat yang kubawa. Tapi, aku tidak tahu lawan seperti apa yang akan aku hadapi.

 

Wajah Ardi menjadi sangat muram. Dugaan ia bahwa <Tutorial> ini akan bermain dengan nyawa ternyata benar. Karena ia yakin, siapapun yang mengadakan <Tutorial> layaknya game ini dengan fitur <Tugas> yang mirip dengan sistem quest pada game, mereka bukanlah manusia.

 

“Baiklah, kalau begitu mari kita mulai <Tugas> pertamanya!”

 

[Tugas 1: <Eliminasi>]

[Obyektif]

Player harus masuk ke dalam Leaderboard atau peringkat 5 besar berdasarkan Point. Point dapat didapatkan dengan cara membunuh Player lain atau menggunakan sebuah Item.

[Hadiah]

Sebuah Item acak.

[Hukuman]

Bila Player tidak dapat masuk ke dalam Leaderboard dalam waktu yang ditentukan, maka setiap Player yang berada di luar Leaderboard akan mati.

[Sisa waktu: <03:59:59>]

[Jumlah Player: <10/10>]

 

“Selamat mengerjakan <Tugas> kalian.”

 

<Administrator> itu tersenyum, lalu menghilang. Tapi, layar besar berupa <Leaderboard> itu masih terlihat di atas langit, seakan-akan menantang para <Player> untuk segera menambahkan <Point> dengan cara membunuh <Player> lain.

 

Tiba-tiba, Ardi menyadari sesuatu.

 

“Tidak mungkin…”

 

[Leaderboard]

Rank 1: <Slum, 150 Points>

 

Sudah ada yang mendapatkan ranking satu!?

 

Masih dalam rasa terkejutnya, <Leaderboard> itu berubah lagi, kali ini memunculkan nama-nama baru.

 

[Leaderboard]

Rank 1: <Slum 150Point>

Rank 2: <Lilith 98Point>

Rank 3: <A99R 75Point>

 

Aku harus bergerak cepat.

 

Ardi kembali mengecek layar <Tugas>. Dan ia melihat bahwa jumlah <Player> sudah mulai berkurang.

 

[Jumlah Player: <7/10>]

 

Ardi pun segera beranjak untuk berpindah tempat. Tapi, belum jauh ia melangkah, tiba-tiba muncul seseorang yang berjalan ke arahnya.

 

Siluet orang itu menunjukkan bahwa dia seorang perempuan. Tapi yang membuat Ardi khawatir adalah benda yang dipegang oleh orang itu.

 

Perempuan itu membawa sebuah gunting yang sudah berlumuran darah. Kemungkinan besar, dia adalah salah satu dari tiga nama yang sudah masuk <Leaderboard>.

 

“Oh sial.”

 
-Bersambung  

***

Halo semua, gimana menurut klean projek kecil2an gua? hehe. Gw emang lagi mau eksperimen coba-coba bikin web novel sih. Kenapa gw memutuskan untuk up di sini? Mungkin karena ini blog pribadi gw, gw bisa lebih bebas berkreasi dala mnulis hehe. Dan juga sori ya kalo judulnya terlalu polos, "Ardi", karena tbh gw ga tau harus kasih ini judul apa, jadi gw kasih aja nama karakter utamanya hehe. Anyway, kalau kalian have any thought about it, langsung tulis aja di komen yaa. Btw makasih banyak buat yang udah nyempatin buat baca. Doain aja gw punya waktu buat ngelanjutin. Oke byeee.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gadis SMA dan Rahasianya - Chapter 2

Bel kelas berdering. Sinar matahari senja yang masuk melewati jendela kelas menandakan bahwa hari sudah sore dan sekolah telah usai. Di ...