Senin, 17 Juni 2024

Life's Update

Halo semuanya! Entah kapan terakhir kali gua nulis beberapa hal terkait life’s update di blog ini. Kalau enggak salah, terakhir itu pas gua mau melakukan ujian masuk kampus untuk kedua kalinya (baca: gap year). Di dalam tulisan itu, gua inget banyak sekali hal yang gua anggap sebagai penyesalan dan penebusan dosa atas masa lalu. Nah, kebetulan sudah dua tahun berlalu semenjak itu, tentu saja harusnya banyak sekali hal yang berubah, dong.

Jujur aja, gua kurang paham harus mulai dari mana. Mungkin gua akan mulai dari hal yang paling melekat dekat dengan kehidupan sehari-hari terlebih dahulu—perkuliahan. Gimana rasanya setelah dua tahun memutuskan untuk pindah kampus? Jujur aja, campur aduk banget perasaan gua saat ini. Kadang muncul perasaan dimana rasanya kayak semua ini enggak worth it sama sekali, tapi di saat yang sama bersyukur bahwa akhirnya dapat merasakan suka duka dari berkuliah di tempat yang sekarang.

Kerasa banget, dua tahun ini rasanya isi perkuliahan itu cuman gagal dan gagal. Nilai bagus, performa oke, apalah semua itu. Bisa berpikir dapet IP >3 aja menurut gua suatu kemewahan. Kalau mau disimplifikasi, ya jelas—susah. Entah berapa kali gua berpikir, “Kok bisa sebodoh ini sih gua?”. Apa yang membuat gua sebodoh ini? Ya pertanyaan-pertanyaan kayak gitu yang selalu menghantui gua di 4 semester yang tidak tenang dan tidak bahagia ini. Rasanya nilai kecil di dalam laporan hasil studi gua itu adalah suatu hal yang biasa, bahkan gua terkejut kalau gua bisa dapet nilai tinggi.

Walalupun begitu, bukan berarti enggak ada hal yang bisa gua pelajari di sini. Justru banyak banget pelajaran yang gua dapat selama berkuliah di sini. Mulai dari ilmu pasti dan ke-teknikan, hingga ilmu yang menurut gua salah satu ilmu termahal untuk didapatkan—pelajaran hidup orang yang lebih tua dari kita. Banyak banget yang bisa gua pelajari, mulai bagaimana dulu para dosen-dosen senior yang sudah menjadi profesor menjalani kehidupan perkuliahannya, bagaimana mereka yang pada saat itu bertarung dengan keterbatasan ekonomi dan waktu, tapi tetap meluangkan waktunya untuk berkuliah dengan serius. Mendengarkan cerita para dosen senior selalu memberikan kesan tersendiri buat gua pribadi.

Ada satu cerita yang masih terngiang di kepala gua. Cerita dari salah satu profesor di jurusan gua. Beliau bercerita bahwa dulu beliau harus bekerja sembari berkuliah. “Wajar, namanya orang dari kampung,” ucap beliau sambil tersenyum dan dengan tatapan yang rasanya di balik tatapan itu terlihat banyak sekali rekam jejak perjuangan beliau menjalani perkuliahan. Memang benar, tatapan mata seseorang dapat menggambarkan seluruh pejuangan yang telah dilalui oleh orang tersebut.

Selain itu, ada pula dosen gua yang—menurut gua—mengeluarkan quotes terbaik yang pernah gua dengar. Beliau berkata, “Tuhan tidak akan memberikan mukjizat yang membuat seseorang lepas dari tanggung jawabnya.” Dan hal itu cukup merubah presepsi gua tentang usaha dan mengharap pertolongan Tuhan. Walaupun lagi-lagi performa gua di mata kuliah yang diampu oleh beliau tidak bagus (baca: jelek), tapi gua bersyukur pernah masuk dan ikut kelas beliau.

 

Tentunya, menurut gua kalau kehidupan berkuliah hanya diisi dengan kesibukan akademis, sudah dipastikan gua akan stres dan meninggoy. Karena itu, sekarang gua akan coba bahas tentang keorganisasian yang gua ikuti.

Yang pertama adalah unit kegiatan mahasiswa atau UKM. Kenapa gua membahas UKM terlebih dahulu dibandingkan kepanitiaan atau himpunan? Menurut gua, UKM di ITB sangat berjasa banget untuk perkembangan pribadi gua selama tahun pertama berkuliah. Gua ikut UKM bernama “Genshiken”. Apa itu Genshiken?

Kalau ingin secara detail, gua bisa-bisa malah melakukan sales pitching tentang unit ini. Karena memang seluas dan se-keren itu unitnya. Tapi kalau mau diringkas, Genshiken itu adalah unit yang ngeakomodir dan ngebantu lu dalam berkarya, dan juga menemukan teman sehobi. Lah, kalo teman sehobi bukannya unit lain juga bisa? Eits, ada bedanya dong. Jika UKM lain sudah spesifik tentang hobi apa yang mereka tampung, di Genshiken cakupannya luas banget—yang terpenting hobi yang dimiliki berkaitan dengan ‘kekaryaan’. Cakupannya itu mulai dari game, ilustrasi atau artwork, novel dan bentuk cerita lainnya, musik beserta variasinya, hingga hal seperti cosplay dan keterampilan lainnya.

Bayangkan ada unit yang cakupannya seluas itu, yang mungkin orang berpikir ‘ah ribet ngurusnya paling nanti bubar’. A big NO! Karena buktinya unit ini selalu mendapatkan jumlah pendaftar yang besar dan masih berjalan hingga sekarang.

Lalu, posisi gua di unit ini sekarang jadi apa, ada di bagian apa? Sebenernya posisi gua di unit ini dan kenapa ambil posisi ini harus ditarik jauh ke belakang di saat masa kaderisasi unit. Tapi mungkin itu akan gua spare untuk cerita atau tulisan lainnya. Intinya, ketika pertama kali gua diterima di unit ini, saat pendaftaran untuk anggota Badan Pengurus dibuka, gua mendaftar sebagai sekretaris. Lalu ketika berganti kepengurusan, gua pun kembali ditarik menjadi sekretaris, hingga tiba-tiba dinaikkan menjadi Sekjen, lalu menjadi wakil ketua bidang kesekjenan. Sekarang, di masa kepengurusan yang baru, gua masih tetap menjabat sebagai wakil ketua bidang kesekjenan—yes dua periode.

Sebenernya panjang banget kalau mau gua ceritakan semua yang terjadi selama gua berada di UKM ini—mungkin akan gua bikin tulisan tersendiri. Intinya, gua bersyukur banget udah masuk ke unit ini. Gak pernah dalam hati gua—terlepas dari suka duka di dalem unit ini—perasaan dimana gua menyesal sudah masuk ke unit bernama “Genshiken”. Bahkan bisa dibilang, di sinilah gua menemukan banyak ‘true friends’ dunia perkuliahan gua.

 

Berbicara soal true friends, harus gua akui keberadaan gua di jurusan bukanlah sesuatu yang ‘wah’ banget. Gua pun menemukan teman-teman baru juga di himpunan, seperti senior-senior dan teman seangkatan yang gak pernah gua temui di kelas tapi bisa bertemu di himpunan. Walaupun begitu, ketika gua masuk ke himpunan jurusan gua, perasaan yang muncul memang bukan senang atau sedih, tapi anehnya perasaan yang gua rasakan sangat campur aduk. Satu sisi, gua cukup ‘biasa saja’ berada di himpunan ini, tapi di sisi lain sering kali gua merasa bersalah dan enggak enakan. Kenapa enggak enakan? Karena di saat teman-teman jurusan dan himpunan memberikan dukungan yang tinggi dan siap menerima gua apa adanya, gua suka merasa bahwa I’m not belong there. Seakan, himpunan itu bukanlah tempat gua.

Lalu, apakah gua menjadi benci dengan himpunan sendiri? Tentu tidak. Seperti yang tadi gua bilang, perasaan ini memang cukup campur aduk antara perasaan biasa saja dan merasa bersalah. Karena itu, untuk sedikit menutupi perasaan bersalah, gua pun memutuskan untuk mendaftarkan diri sebagai Sekretaris di dalam Badan Pengurus himpunan. Seenggaknya, dengan gua bekerja bersama mereka, sedikit demi sedikit rasa bersalah ini bisa mulai hilang.

Terakhir, sebelum kita beralih ke hal lainnya, ada satu organisasi kemahasiswaan yang gua sempat ikuti dan cukup berbekas bagi gua pribadi. Mungkin tadi gua bilang Genshiken memang membekas pada diri gua, tapi organisasi yang akan gua ceritakan ini ‘berbekas’ dengan caranya tersendiri. Dulu pun ketika gua masih berkuliah di kampus yang lama, gua tidak pernah mengira bahwa akan ikut atau masuk ke dalam keorganisasian pusat. Tapi kali ini gua memutuskan untuk mencoba, setidaknya berusaha memahami sedikit bagaimana dinamika kampus melalui organisasi ini. Dari organisasi ini pula gua mulai tertarik dengan jabatan yang berkaitan dengan kesekretariatan.

Organisasi ini bernama Kongres Keluarga Mahasiswa. Singkatnya, berfungsi sebagai badan legislatif—ya semacam pengawasan begitu—dari keorganisasian pusat kampus. Organisasi ini terdiri dari banyak perwakilan dari setiap himpunan yang ada di kampus, sehingga sifatnya memang mirip dengan DPR negara. Walaupun begitu, posisi yang gua masuki di dalam organisasi ini adalah Sekretaris. Dan karena ini adalah organisasi yang cukup besar, sekretaris yang ada tidak hanya satu orang, melainkan beberapa orang lainnya.

Lalu, apa yang membekas dari organisasi ini? Ketua Kongres yang menjabat pada saat itu, menurut gua adalah salah satu orang terkeren yang pernah gua temui. Dia ngajarin gua banyak hal tentang keorganisasian, mulai dari profesionalitas, dinamika antar anggota, hingga cara menangani banyak hal. Intinya, entah bagaimana di bawah kepemimpinan dia, tiba-tiba muncul perasaan bahwa—yes, gua tidak salah masuk organisasi dan tidak salah memilih posisi.

 

Nah, mungkin tadi setelah gua bercerita panjang lebar tentang apa saja yang sudah terjadi selama kuliah ini, gua akan masuk ke pertanyaan, “Sekarang lagi apa?”

Ada beberapa hal yang sedang gua kerjakan saat ini. Selain fokus pada organisasi dan akademik, belakangan ini gua kembali mulai mencoba menulis cerita lagi. Iya, setelah cerita “Ardi” dengan tiga bab nya yang tidak pernah gua lanjutkan, gua memutuskan untuk kembali menulis.

Apa yang gua tulis? Apakah melanjutkan cerita Ardi? Sayang sekali tidak. Namun, gua akan kembali menulis sebuah cerita, dengan timeline dan struktur cerita yang jelas. Karena, kalau kalian sadar, cerita Ardi bukanlah cerita dengan urutan atau rencana yang sudah dipersiapkan secara matang. Kalau boleh mengaku, gua menulis cerita Ardi secara spontan, tidak tahu akhirnya akan bagaimana, tapi gua menulisnya secara langsung begitu saja. Sesuai ekspetasi, bisa dibilang cerita itu ampas banget.

Lalu cerita apa yang sedang gua kerjakan ini? Mungkin kalian sudah bertemu dengan bab pertama dari cerita tersebut sebelum tulisan ini. Yak betul, sebuah kisah tentang seorang pekerja kantoran yang bertemu dengan gadis SMA di Stasiun Manggarai. Gua tidak akan terlalu masuk ke dalam ceritanya, tapi bisa dipastikan: menulis karakter anak SMA itu susah banget. Kalau kalian lihat tulisan sebelum cerita itu, gua menuliskan bahwa memang ada kesulitan tersendiri bagi gua untuk menulis karakter anak SMA. Karena itu, selain mulai kembali menulis cerita, gua juga mulai kembali memperbanyak bacaan—terutama cerita-cerita yang menyangkut tentang pribadi anak SMA.

Dan darimana lagi sumber bacaan yang baik selain dari—yep, kalian menebaknya—Light Novel Jepang. Terserah kalian mau menganggap gua wibu atau semacamnya, tapi coba dengarkan terlebih dahulu alasan gua. Pertama, LN itu gak semuanya ampas. Walaupun mereka itu kebanyakan isinya berupa cerita yang mass-produced, tapi bukan berarti tidak ada LN yang bagus. Kedua, secara pembawaan, LN itu—as the name suggest—ringan. Jadinya, bila gua ingin membaca banyak LN sebagai referensi, tidak akan terlalu memakan banyak waktu untuk menelaah secara komprehensif isi dari ceritanya. Dan yang terakhir, opsi cerita LN yang berkaitan dengan anak SMA itu BANYAK BANGET. Jadi, ketika ada beberapa cerita yang mungkin enggak terlalu sesuai dengan selera gua, atau mungkin tidak akan cocok apabila gua terapkan beberapa sifatnya di sebuah cerita berlatar kehidupan di Indonesia, gua tinggal cari lagi cerita yang lain.

Jadi, LN apa aja yang sedang/sudah gua baca belakangan ini? Ada beberapa judul, yaitu Unnamed Memory, Gimai Seikatsu, The Revenge of My Youth, There’s No Way a Side Caharacter Like Me Could be Popular, dan I’ve Entered The RomCom Manga. Gua yakin, setelah membaca judul-judul tersebut—terutama bagi kalian yang memang benar sudah membaca beberapa—pasti sudah muncul prejudice tersendiri terhadap gua. And it’s okay, karena setidaknya itu berarti kalian paham kemana arah dari cerita yang akan dan sedang tulis saat ini. Ya, walaupun Unnamed Memory bukan cerita tentang anak SMA, tapi kapasitasnya sebagai novel romansa bisa dibilang salah satu yang terbaik.

 

Mungkin cukup sampai sini saja Life’s Update nya. Gua harap tulisan ini tidak terlalu panjang dan bisa dinikmati sebagai bacaan santai. Anggaplah saat ini gua sedang mengobrol dengan kalian dan menceritakan sedikit tentang keluh kesah gua. Kalau begitu, sampai bertemu di tulisan/cerita gua selanjutnya.

Tot ziens!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gadis SMA dan Rahasianya - Chapter 2

Bel kelas berdering. Sinar matahari senja yang masuk melewati jendela kelas menandakan bahwa hari sudah sore dan sekolah telah usai. Di ...