Jam menunjukkan pukul 11 malam lebih 20 menit. Suasana Stasiun Manggarai yang terkenal selalu ramai karena stasiun transit terlihat cukup sepi. Bila biasanya di jam berangkat kerja ataupun tengah hari selalu terlihat hiruk pikuk manusia yang bergegas mencari kereta sambungan, saat ini suasananya tidak jauh berbeda dengan stasiun-stasiun kosong lainnya.
Memang cukup mengesalkan fakta bahwa aku ada di sini
dan harus merasakan kekosongan Manggarai. Bukannya aku tidak mensyukuri stasiun
yang kosong dan tidak perlu bersinggungan dengan banyak orang, tapi biasanya
kereta jam segini muncul hanya satu jam sekali.
Untungnya aku tiba pada waktu yang tepat untuk menaiki
kereta terakhir.
Kantorku berada di distrik bisnis yang ada di sekitar
Sudirman. Karena itu setelah menjalani rapat
yang sebenarnya dapat dilakukan besok—entah mengapa atasanku bersikeras
untuk melakukannya malam hari—aku langsung berlari menuju Stasiun Sudirman dan
naik kereta ke arah Manggarai. Untung saja aku sempat untuk mengejar kereta ke
arah Bogor.
Rumahku ada di sekitar daerah Depok—sangat disayangkan
memang—jadi walaupun malam ini aku bisa merasa tenang di Manggarai, esok pagi
aku harus siap kembali berdesak-desakan di stasiun ini.
Aku hanya dapat menghela nafas mengetahui semua itu.
Sembari menunggu kereta, aku iseng melihat ke sekitar.
Kulihat ada seorang ibu-ibu yang membawa tas jinjing besar, seorang pak tua
yang duduk sambil merunduk di bangku tunggu prioritas, dan beberapa petugas
penjaga stasiun.
Ketika aku melihat ke sisi lain peron, aku terkejut
karena menemukan pemandangan yang tidak biasa di stasiun ini ketika malam hari.
Karena aku sudah cukup sering pulang larut seperti ini, aku lumayan familiar
dengan pemandangan stasiun kereta mendekati tengah malam. Tapi baru pertama
kali ini aku melihat ‘anomali’ dari lingkungan sekitar.
Maksudku, siapa juga yang mengira akan bertemu seorang gadis SMA dengan seragam putih abu nya ikut menunggu dengan angkatan pulang telat tengah malam?