Rabu, 22 Maret 2023

Menonton Kotonoha No Niwa Dua Kali

 


Kotonoha No Niwa (The Garden Of Words) adalah sebuah anime lama keluaran tahun 2013 dan merupakan salah satu film besutan Makoto Shinkai. Film ini bukanlah film yang berdurasi lama dan hanya berdurasi 45 menit, menjadikannya salah satu film pendek yang dibuat oleh Makoto Shinkai. Inti dari ceritanya adalah tentang dua orang yang bertemu di sebuah taman ketika hujan. Pokoknya semenjak pertemua pertama mereka, sudah jadi rutinitas buat bertemu kalau pagi hari hujan.

Jadi apa yang mau gw bahas di sini? Gw mau sedikit ngebahas tentang pengalaman gw yang menonton anime ini sebanyak dua kali. Ya, hanya dua kali. Apa sih yang spesial dari ngulang anime ini (rewatch) sebanyak dua kali? Orang lain bukannya biasa ngelakuin hal itu juga ya?

Memang gw menonton ini hanya dua kali. Tapi, yang membuat rewatch kedua kali ini berbeda adalah jarak waktu antara saat pertama dan kedua kalinya gw menonton anime ini. Gw pertama kali nonton anime ini ketika masih SMP (sekitar 2014). Dan untuk kedua kalinya gw menonton anime ini pada tahun ini (2023). Dan entah kenapa, ketika gw menonton ulang anime ini, rasanya gww menonton sebuah anime berbeda dari yang pertama kali gw tonton.

Apa yang berbeda? Pertama-tama, akan coba gw jelaskan gimana cerita di anime ini berjalan. Cerita di anime ini berfokus kepada seorang anak SMA yang bernama Akizuki. Ia memiliki mimpi untuk jadi seorang pembuat sepatu. Kenapa ia memiliki mimpi seperti itu? Itu karena ia merasa tidak puas dengan kehidupannya yang sekarang—atau lebih tepatnya ingin segera keluar dari dunia 'remaja'nya. Ibu yang kabur dari rumah, kakak yang memiliki kehidupan sendiri diluar rumah, dan juga beban finansial yang ia tanggung, memaksa Akizuki untuk menjadi dewasa duluan dibandingkan dengan usianya. Ketika teman-teman seusianya berlibur di musim panas, ia memilih untuk menghabiskan waktunya bekerja paruh waktu. Ketika teman-teman seusianya bermain di waktu luang mereka, ia memilih untuk mengasah kemampuannya membuat sepatu. Seperti itulah kira-kira kehidupan yang dijalani Akizuki. Tapi, itu semua berubah ketika ia bertemu dengan seorang wanita berusia 27 tahun bernama Yukino di sebuah taman ketika sedang hujan.

Ketika anime ini memfokuskan ceritanya ke arah kehidupan dari wanita ini, kita akan melihat betapa kontrasnya kehidupan seorang wanita dewasa dengan seorang anak SMA, walaupun keduanya memiliki tema/tujuan yang sama—keluar dari kondisi mereka saat itu.

Pertama kali gw menonton anime ini, gw sangat fokus dan teralu sympathize dengan kehidupan Akizuki yang berusaha menjadi dewasa dengan melakukan hal yang dilakukan orang dewasa, bekerja. Bukan kesombongan dirinya yang membuat ia ingin bertingkah laku layaknya orang dewasa, tapi kondisi keluarganya yang memaksanya begitu. Dan gw sangat kesal ketika sampai di ending dari film iini yaitu ketika Yukino secara implisit mengatakan bahwa: "Ya, Akizuki tetaplah hanya seorang anak-anak".

Tapi sekarang entah kenapa, gw bisa menjadi lebih sympathize dengan kehidupan personal Yukino. Kenapa ia berpikir bahwa Akizuki masihlah kekanak-kanakan terlepas dari apa yang sudah ia lakukan sendiri. Karena, Yukino sendiri merasa bahwa dirinya yang saat ini 27 tahun tidak lebih baik dari dirinya ketika seusia Akizuki (15 tahun). Kenapa ia seperti itu? Kehidupannya yang rusak yang membuatnya tidak dapat datang ke pekerjaannya. Hubungan asramanya yang juga tidak jelas. Dan juga dirinya sendiri yang tidak melakukan usaha apapun untuk mengubah semua itu.

Ketika gw mengetahui semua hal itu, gw menjadi lebih menerima dan merasa bahwa ya memang endingnya harus seperti itu. Apa yang dikatakan oleh Yukino di akhir film, dan bagaimana respon Akizuki yang memang menunjukkan sifat kekanak-kanakannya. Gw merasa bahwa, sudah cukup dengan ending seperti itu. Anime ini memang harus berakhir seperti itu.

Yak sekian.

Gadis SMA dan Rahasianya - Chapter 2

Bel kelas berdering. Sinar matahari senja yang masuk melewati jendela kelas menandakan bahwa hari sudah sore dan sekolah telah usai. Di ...